Undang-Undang SKN Larang Pejabat Publik Jadi Ketua KONI

Undang-Undang SKN Larang Pejabat Publik Jadi Ketua KONI

BANJARMASIN, MK – Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) merupakan induk organisasi olahraga yang diatur secara khusus dalam undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Nomor 3 Tahun 2005, termasuk tentang pemilihan ketua umum hingga di level kabupaten/kota.

Alhasil, sudah sepatutnya semua pelaku olahraga, khususnya yang berkecimpung dalam kepengurusan organisasi olahraga mematuhi Undang-Undang SKN tersebut, mengingat bakal ada konsekuensi bagi pelanggarnya.

Dalam waktu dekat, pemilihan Ketua Umum KONI Banjarmasin digelar. Hanya saja, isu adanya pejabat publik yang menyatakan maju dalam pencalonan sebagai Ketua KONI menimbulkan pertanyaan plus keresahan publik olahraga Kota Kayuh Baimbai.

Pasalnya, mengacu pada Undang-Undang SKN Pasal 40 menyebutkan pejabat struktural dan pejabat publik dilarang keras mencalonkan diri, apalagi menjadi Ketua Umum KONI. Jika dipaksakan, tentu ini menjadi preseden buruk bagi dunia olahraga di Banua.

Menurut tokoh olahraga Kalimantan Selatan, Drs H Sarmidi MKes, Kamis (27/12/2018), sesuai Undang-Undang SKN pejabat struktural dan pejabat publik tidak boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai Ketua KONI.

“Jabatan struktural itu, antara lain jabatan Eselon di departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen,” jelas pria yang pernah menjabat Sekretaris Umum KONI Kalsel selama tiga periode ini.

Untuk pejabat publik, Sarmidi menguraikan, yaitu yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui DPR RI, di antaranya Presiden dan Wakil Presiden, anggota Kabinet, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, Anggota DPR RI, DPD RI, DPRD, Hakim Agung, Anggota Komisi Yudisial, Kapolri dan Panglima.

“Jadi Ketua KONI tidak boleh berasal dari mereka yang menduduki jabatan struktural dan jabatan publik,” tegas Ketua Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Kalsel ini.

Terkait adanya isu pejabat publik yang menyatakan diri maju dalam pencalonan Ketua KONI Banjarmasin, Sarmidi mengingatkan sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan, karena itu terlarang menurut undang-undang.

“Tim penjaringan dan penyaringan calon Ketua KONI harus tegas, bila ada pejabat publik yang mendaftar. Bila memaksa juga, maka terjadi pelanggaran administratif,” cecarnya.

Sebagai konsekuensi atas pelanggaran Undang-Undang SKN, lanjut Sarmidi, Walikota bisa menolak Surat Keputusan (SK) dan tidak menyetujui anggaran untuk KONI.

“Walikota mau atau tidak, menerapkan sanksi?, misalnya menolak SK-nya dan tidak menyetujui anggaran,” pungkas Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga Kesehatan (JPOK) Universitas Lambung Mangkurat ini.

Terkait pemilihan Ketua KONI Banjarmasin yang bakal digelar dalam Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot) KONI Banjarmasin, dikabarkan sudah ada calon yang mendaftarkan diri maju dalam pencalonan.

Dua nama setidaknya santer disebut dan dipublikasikan beberapa media di Banua. Sebut saja, seperti Dr H Fauzan Ramon SM MH dan H Hermansyah. Nama terakhir merupakan Wakil Walikota Banjarmasin.[mia]


Lebih baru Lebih lama