DEPOK, MK - Optimalisasi dan modernisasi layanan sistem irigasi yang efektif, efesien dan berkelanjutan tampak menjadi komitmen Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.
Komitmen ini direalisasikan Kementan dengan dilaunchingnya proyek Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP).
Launching SIMURP sendiri dilakukan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan RI, Prof Dr Dedi Nusyamsi di The Margo Hotel Depok, Kamis (19/9/2019).
Launching SIMURP ini setidaknya dihadiri 150 peserta, satu di antaranya Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang, Dr Ir Yulia Asni Kurniawati MSi.
“Ada tiga faktor untuk meningkatkan produksi pertanian. Pertama irigasi, kedua teknologi dan ketiga SDM pertanian mulai dari staf dinas, PPL sampai pelaksana pertanian,” terang Prof Dedi.
SIMURP sendiri bertujuan untuk mengoptimalisasi dan modernisasi layanan sistem irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan dengan target area seluas 276.000 hektare.
Menurut Prof Dedi, irigasi merupakan komponen untuk meningkatkan prodiktivitas dari IP 100 menjadi IP 200 bahkan 300. Dari jaringan irigasi akan dapat meningkatkan produktivitas per satuan waktu dan produktifitas per satuan luas.
“Dengan irigasi menjamin ketersediaan air sepanjang waktu. Inovasi teknologi juga meningkatkan produktivitas per satuan waktu dan produksi, di saat yang sama irigasi dan teknologi juga mengurangi biaya produksi 40 sampai 60 persen,” paparnya.
Dengan demikian, lanjutnya, komoditas yang dihasilkan mempunyai daya saing tinggi sehingga dapat meningkatkan ekspor dan memasuki lumbung pangan dunia.
Prof Dedi mengatakan, kunci keberhasilan SIMURP adalah sinergitas dan kerja sama. Koordinasi yang baik seluruh stakeholder dari pusat dengan daerah, Bappenas dan PUPR akan menjamin keberhasilan proyek SIMURP.
“Karena itu, tidak ada kata lain harus sinergi yang baik kerja sama yang baik dan koordinasi yang baik, maka ini akan berhasil,” tuturnya.
Untuk mekanisme on granting, tambah Prof Dedi, bertujuan untuk mendorong partisipasi penuh dari rekan-rekan di daerah di dinas kabupaten/kota dan provinsi.
“Mekanisme on granting dipertanggungjawabkan dengan adiministrasi dan dokumen-dokumen khusus yang baik, apalagi on granting dari luar negeri,” imbuhnya.
Proyek SIMURP sejatinya menjadi triger kegiatan selamanya, apalagi pemberdayaan manusia memerlukan long life sepanjang masa. Climate smart agriculture (CSA) memiliki keberlanjutan yang tinggi.
“Sadarlah bahwa kita sudah masuk era perubahan iklim, dimana pada titik-titik tertentu terjadi peningkatan suhu mencapai 4 derajat celcius,” bebernya.
Prof Dedi menegaskan, peningkatan 1 derajat celcius saja sudah sangat mempengaruhi produksi. Ciri yang lain terjadi peningkatan permukaan air laut. Permukaan air meningkat 10 sentimeter saja sudah merendam sawah, dan tanaman mati dapat menganggu produktivitas.
“Ciri lainnya Elnino dan Lanina, dari 10 tahun sekali menjadi 3 tahun sekali. Juga kekuatan Lanina dan Elnino kalau dulu menyebabkan kemarau lamanya 3 bulan, tapi sekarang menjadi 8 bulan,” tandasnya.
Jika terjadi ledakan hama dan penyakit yang luar biasa seperti wereng coklat sampai 80 hingga 85 persen sawah di Subang, teknologi yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca perlu diterapkan.
Dengan tergenang, gas Methan akan meningkat sehingga terjadi pemanasan global. Degan demikian pertanian menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca, sehingga sawah tidak perlu air yang banyak cukup macak-macak dengan intermitten.
“Ciri kesuburan tanah adalah bahan organik yang terdekompisisi cepat,” ungkapnya.
Tinggal bagaimana SDM petani dan PPL mencermati CSA dengan menurunkan biaya produksi, sehingga harga bersaing dan menjadi ekspor serta terwujud lumbung pangan dunia.
“Sekali lagi, harapan itu bisa diraih asalkan kerja sama Pemda dan pemerintah pusat terjalin dengan baik,” pungkasnya.
Pada kesempatan itu juga Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang Dr. Ir Yulia Asni Kurniwati MSi beserta jajaran berkomitmen untuk mendukung proyek SIMURP yang selanjutnya BBPP Binuang menyiapkan penyuluh pertanian, mantri tani dan petani agar menerapkan teknologi pertanian berbasis CSA berkelanjutan dengan input bahan organik tinggi.
“Agar teknologi CSA berkelanjutan terlebih dahulu dikuatkan kelembagaan petani antara lain Poktan, Gapoktan, P3A dan UPJA maupun KUB melalui pendampingan dan pengawalan oleh PPL bersama widyaiswara melalui kegiatan sekolah lapang," terang Yulia. [yulia/bayu]