BANJARBARU, MK - Langkah antisipasi penyebaran berita bohong alias hoaks terus dilakukan Polres Banjarbaru. Apalagi belakangan ini hoaks semakin sering muncul di media sosial.
Untuk itu, Polres Banjarbaru mengimbau warga untuk waspada terhadap adanya hoaks.
Melalui media sosial, seperti instagram, facebook dan twitter serta melalui status WhatsApp, Polres Banjarbaru menegaskan berita yang sempat beredar di masyarakat Kota Banjarbaru terkait penculikan anak itu di wilayah hukum Polres Banjarbaru, tidak benar.
Kapolres Banjarbaru, AKBP Doni Hadi Santoso SIK MH melalui Kasubbag Humas, Polres Banjarbaru AKP Siti Rohayati S.Ap, Selasa (18/2/2020) menyatakan, berita yang beredar melalui pesan singkat WhatsApp itu tidak benar.
"Beredar pesan singkat di grup WhatsApp adanya kabar penculikan anak yang terjadi di Jalan Trikora Kota Banjarbaru dan pelakunya sudah diamankan di Polres Tanah Laut," terangnya.
Informasi penculikan itu adalah berita bohong dengan tujuan membuat resah masyarakat. Faktanya hingga saat ini, Polres Banjarbaru tidak ada menerima laporan dari warga, terkait adanya penculikan anak.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Polres Tanah Laut yang juga menyatakan tidak ada melakukan penangkapan terhadap pelaku penculikan anak," jelasnya.
Siti menambahkan, ada berita bohong yang sudah lama beredar kini muncul lagi di pesan singkat grup WhatsApp, yaitu adanya kabar penculikan anak yang pelakunya menggunakan pakaian badut.
Itu, lanjutnya, sudah jelas berita itu tidak benar. Tapi dishare ulang lagi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan membuat resah masyarakat Khususnya di Kota Banjarbaru.
Adapula yang menyebarkan hoaks menggunakan pesan suara yang disebar di grup WhatsApp yang berisi tentang penculikan 4 orang anak di Desa Aluh-aluh Kabupaten Banjar, setelah ditelusuri ternyata ke-4 anak tersebut tidak berani pulang ke rumah karena mereka takut dimarahi orangtua lantaran ketahuan membolos sekolah.
Ada juga status WhatsApp yang menyandingkan foto anak yang dalam keadaan perut terjahit dan disertai dengan narasi jika anak tersebut berasal dari Kecamatan Aluh Aluh dan korban penculikan. Faktanya kejadian tersebut tidak pernah terjadi di Kecamatan Aluh Aluh.
Siti mengimbau kepada masyarakat agar tetap bijak dalam menerima suatu informasi atau berita dan jangan turut menyebarkan dan membagikan informasi yang belum tentu kebenarannya.
"Karena informasi atau berita bohong yang kita sebarkan di media sosial dapat meresahkan masyarakat bahkan dapat merugikan diri sendiri," tuturnya.
Untuk pelaku penyebar hoaks juga bisa terancam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE.
Di dalam pasal itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.[fahrizal]