PSBB di Kota Banjarmasin, hingga hari ini masih banyak yang menganggap belum efektif, karena banyak pihak yang menilai praktek di lapangan belum sesuai dengan amanah peraturan dalam menerapannya.
Tercatat, di Banjarmasin hingga hari ini Rabu, 28 April 2020 sudah ada 45 kasus konfirmasi positif yang mana 7 diantara sembuh, 6 meninggal dan sisanya 32 pasien saat ini masih berstatus sebagai PDP dan dirawat di Rumah Sakit.
Polemik tentang PSBB terus mencuat di Banjarmasin, obrolan di media massa dan media online terus merebak ditataran lapisan masyarakat hingga terbawah, karena salah satu kebijakan PSBB yang pernah diasumsikan oleh Walikota Banjarmasin adalah memberikan bantuan sebesar 1,5 M perhari kepada masyarakat yang terdampak Covid 19.
Tapi, terlepas dari sorotan polemik tentang pembagian sembako yang beberapa hari belakang menjadi perbincangan hangat, yang mana salah satunya juga penulis melalui HMI Cabang Banjarmasin sempat memberikan usulan dan menagih janji Pemko terkait 1,5M perhari yang dijanjikan untuk diberikan bantuan kepada masyarakat.
Tetapi, setelah diskusi singkat dengan Kepala Dinas Sosial Banjarmasin dan Walikota Banjarmasin, kita sedikit tercerahkan dengan perbandingan data dan kurang efesien nya struktur lapisan masyarakat di level terbawah hingga RT/RW.
Terlepas dari itu, diisi kepala penulis jauh dari sekedar kebijakan pembagian sembako dan bantuan sosial, terkadang kita lupa akan tujuan akhir (output) daripada PSBB itu sendiri, seolah-olah PSBB hanya sekedar dan selesai pada pembagian sembako dan dan bantuan sosial uang tunai.
Tidak sesederhana itu, setidaknya PSBB yang merupakan singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar, atau bisa ditafsirkan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Permenkes No 9 Tahun 2020 yang berbunyi:
“Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-I9).”
Tujuan utama dari PSBB ini setidaknya adalah untuk mencegah penyerbaran Covid-19, dengan cara membatasi aktivitas orang-orang dalam satu kegiatan yang menimbulkan suatu kerumunan atau yang melibatkan orang banyak.
Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Pada pembatasan kegiatan keagamaan, dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dengan terbatas dan tetap menjaga jarak setiap orang. Di luar itu, kegiatan keagamaan dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
Untuk pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
Kemudian pada pembatasan kegiatan sosial dan budaya dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
Pembatasan moda transportasi dikecualikan untuk moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang. Sedangkan moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, dan mempertahankan keutuhan wilayah, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.
Diskursusnya, PSBB adalah suatu bentuk kebijakan untuk menatagnanisasi pergerakan manusia dan mencegah kerumunan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, tapi yang kasat terlihat di Kota Banjarmasin, seolah PSBB diartikan hanya sebatas pemberian semako, bantuan sosial langsung, pembatasan jam malam atau teknis kebijakan lainnya, padahal jauh dari itu, output dari PSBB masih banyak yang belum kita pahami.
Contohnya, pembagian sembako ke masyarakat yang terjadi di Kota Banjarmasin yang didistribusikan melalui RT setempat, yang terjadi di lapangan saat pembagian sembako terbentuknya kerumunan massa, padahal diberikannya bantuan oleh pemerintah agar bisa sedikit menahan masyarakat untuk tetap dirumah, jadi dinilai penerapan PSBB seperti rumah yang bocor, yang diperbaiki bukan gentingnya malah penghuni rumah sibuk mempel lantai yang tadinya akibat bocoran.
Setiap kebijakan tentu harus ada evaluasi, subtansi dari PSBB setidaknya bisa meminimalisir mobilitasasi massa untuk tidak berkerumun, berkumpul disuatu tempat yang menimbulkan interaksi manusia sangat massif, karena sifat dari Covid 19 adalah penyebarannya melalui antar manusia, jadi kebijakan pembagian dan bantuan adalah sangat tepat, tapi bantuan diperuntukkan setidaknya agar kita sebagai masyarakat yang tadinya bekerja untuk menghidupi keseharian dengan adanya bantuan bisa menahan diri tidak keluar minimal beberapa saat.
Jika pemberian sembako hanya sekedar penyerahan tanpa pengedukasian oleh pemerintah kepada masyarakat akan subtansi tujuan PSBB, ya sama saja seperti istilah genting bocor tadi.[]
Penulis : Muhammad Rizali
Sekum HMI Cabang Banjarmasin
Presiden Mahasiswa UIN Antasari 2019/2020
Pengurus ISNU Kota Banjarmasin
Ketua BAGUNA Kalsel
Wakil Ketua KNPI HSS
Wakil Ketua KNPI Banjarmasin
Tags
Opini