PELAIHARI, MK - Untuk panen padi berulang kali tak harus tanam berulang. Petani bisa menerapkan teknologi padi salibu, yakni budidaya padi dengan cara memelihara tunas baru yang tumbuh dari tunggul padi yang dipotong pendek.
Tanaman padi yang dipanen menyisakan tunggul jerami yang biasanya tinggi. Ketinggian tunggul yang tersisa bergantung pada cara panen.
Sisa tunggul itu tumbuh tunas baru yang muncul dari setiap batang jerami yang lazim disebut ratun atau singgang. Namun, tunas yang tumbuh tidak banyak dan kurang baik sehingga tidak produktif jika terus dipelihara.
Salibu merupakan bentuk modifikasi ratun dengan memperpendek tunggul (modified ratooning rice). Dengan modifikasi ini, anakan yang tumbuh dari ruas bawah lebih banyak dan lebih baik sehingga lebih produktif.
Praktik padi salibu sudah banyak dilakukan oleh petani dengan hasil yang menggembirakan. Oleh karena itu bisa menjadi alternatif di saat petani terbatas tenaga, dana, bahkan saat musim tanam tak menguntungkan sehingga petani perlu kejar musim.
Tertarik terhadap keberhasilan padi salibu yang dipraktekan orang lain, mendorong Karjo (52 th) anggota Kelompok Tani di Desa Banua Lawas, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut untuk mencari informasi. Bukan hal sulit di zaman sekarang untuk mendapatkan teknologi itu.
Melalui Mulyono, Penyuluh Pertanian Desa Banua Lawas yang juga Mantri Tani Kecamatan Takisung, Karjo belajar teknologi padi salibu. Mulyono sendiri mengaku mengenal banyak salibu saat mengikuti pertemuan di Dinas Pertanian.
"Saya tahu padi salibu sewaktu pertemuan di Dinas Pertanian, di sana ditayangkan padi salibu. Kemudian saya teruskan ke petani," tutur Mulyono.
Meskipun dalam penerapannya terlihat mudah, namun untuk keberhasilan padi salibu diperlukan persyaratan teknis.
Jerami padi dipanen masih kondisi baik, kondisi air mudah diatur, saat panen lahannya kering dan setelah jerami dipotong pendek tidak tergenang, tetapi saat anakan sudah tumbuh tersedia air cukup.
Faktor teknis pendukung yang dipersyaratkan untuk salibu diamati. Dengan mempertimbangkan kondisi lahan kering waktu panen, dan masih ada air yang bisa dipakai untuk mengairi, Karjo memutuskan untuk menerapkan teknologi padi salibu.
Dengan berbekal keinginan kuat untuk mencoba teknologi salibu, didampingi oleh Penyuluh Pertanian, Karjo mencoba memulai kerja mengelola penerapan padi salibu seluas 1 hektare sawah dengan padi varietas Inpari-30 yang baru saja dipanen.
Karjo memotong sisa jerami berupa tunggul sehingga lebih pendek lagi dengan menggunakan mesin tabas rumput. Dengan mesin tabas memang lebih cepat, tetapi kerusakan tunggul lebih banyak sehingga anakan yang tumbuh berkurang.
Jika menggunakan sabit hasilnya baik, tetapi butuh waktu lebih lama yang berimplikasi pada meningkatnya tenaga kerja.
“Biar lebih cepat kami gunakan mesin pangkas, terlalu lama jika menggunakan sabit," ujar Karjo.
Banua Lawas adalah wilayah yang persawahannya dapat ditanami padi 2 kali setahun. Selama ini sehabis panen umumnya petani melanjutkan tanam padi dengan sistem tanam pindah. Tanah diolah ulang, benih disemaikan dan ditanam jika sudah siap.
Namun, dikhawatirkan musim kemarau datang lebih awal maka diharapkan padi Salibu yang dapat dipanen lebih cepat bisa menjadi alternatif untuk menghadapi musim itu.
Saat ini padi salibu Karjo sudah berumur 21 hari dengan anakan yang rata-rata 10 anakan. Ternyata langkah inovatif Karjo ini kemudian diikuti oleh petani lain. Beberapa petani mau menyusul menerapkan padi salibu. Hal ini tak terlepas dari bimbingan PPL.
“Mudah-mudahan yang dilakukan petani ini berhasil,” pungkas Mulyono.[advertorial]