TAMIANG LAYANG, MK - Kedatangan Kapolda Kalimantan Tengah (Kalteng) Irjen Pol Dedi Prasetyo disambut baik oleh Forum Pemuda Dayak (Fordayak) Kabupaten Barito Timur (Bartim).
Pada kunjungannya di Kabupaten berjuluk Gumi Jari Janang Kalalawah itu, Ia melakukan hal yang membuat sejarah dan budaya suku Dayak semakin terlestarikan dengan meresmikan renovasi situs Cagar Budaya Makam Putri Mayang di Desa Jaar, Minggu (22/11/2020) kemarin.
Ketua Fordayak Bartim, Raffy Hidayatullah, kepada media ini, Senin (23/11/2020) mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan kepedulian Kapolda beserta jajaran yang telah meresmikan cagar budaya di kabupaten Bartim, terlebih kepada pemerintah setempat dan instansi terkait.
Sebelumnya, Raffy yang juga pecinta budaya dan sejarah secara khusus Dayak Maanyan menceritakan apa yang tertulis dalam sejarah yang ada pada situs cagar budaya Putri Mayang Sari yang juga memiliki nilai untuk menjadi Pemasukan Anggaran Daerah (PAD) maupun masyarakat yang berpotensi untuk mewujudkan kemajuan pada wilayah itu sendiri.
Menurutnya, Putri Mayang Sari adalah pemimpin yang meneruskan kepemimpinan Uria Lan'na.
Putri Mayang Sari berkedudukan di Sangarwasi (sebelumnya bernama Sanggar Jatang) ini salah satu anak dari Raja Banjar yg bergelar Raja Mata Habang.
Putri Mayang juga memiliki sejarah yang amat dalam bagi suku Dayak terkhusus Dayak Maanyan.
"Situs Budaya kita di Bartim ini sangatlah banyak dan besar, tinggal pengelolaan dan sinergi bersama untuk mewujudkan kemajuan tersebut," ucapnya.
Selepas kegiatan kemarin, lanjutnya, dirinya ada sedikit bercerita kepada rombongan tentang Kampung Beto, dan mengharapkan bisa di renovasi Balai serta di adakan acara pemalasan benda pusaka seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Sempat bincang dengan rombongan Kapolda, bercerita bersama Kapolda Kalteng dan menyorot sebuah Desa bernama Beto yang sekarang menjadi Desa Paku Beto Kecamatan Paku," tuturnya.
Ia menguraikan, di Desa tersebut ada tersimpan sejarah yang amat dalam. Karena buku yang berjudul 'Unter Den Dajjaken Aud Beto' berbahasa Jerman dan bukti-bukti benda pusaka bahkan kuburan-kuburan keramat kepala suku masih ada disana.
Ia menambahkan, lonceng di Gereja Palanungkai pun punya cerita sejarah yang berasal dari Desa Beto, itu bekas Gereja Buatan Belanda pada waktu silam di Beto.
"Disinilah yang saya sebutkan bahwa banyak sekali wisata-wisata religi yang bisa kita lestarikan dan tonjolkan bersama untuk membangun sinergi dan pemasukan PAD di Kabupaten Barito Timur tercinta ini," pungkasnya.[rama]