BANJARMASIN, MK - Masyarakat suku Banjar dikenal sebagai salah satu suku yang kukuh melestarikan adat istiadat warisan kerajaan Banjar.
Salah satunya adalah Atur Dahar, syukuran disertai makan bersama dengan kuliner wadai (kue) 42 macam dan makanan khas Banjar lainnya.
Atur Dahar sendiri adalah pelestarian salah satu upacara adat atau kebiasaan masyarakat Banjar, yang sekarang jarang diadakan.
Minggu (24/12/2020) malam, ritual Atur Dahar ini pun digelar di kediaman salah satu keturunan Raja Banjar dan kekerabatan Kerajaan Paser di kawasan Jalan Banua Anyar, Banjarmasin.
Menurut Sri Agustinah, zuriat (keturunan) raja-raja Banjar, ritual Atur Dahar merupakan manifestasi rasa syukur kepada Allah subhanahu wata'ala, atas segala karunia yang diberikan termasuk rejeki dan kesehatan.
Tradisi bernuansa Islami ini dilakukan secara turun-temurun sejak pemerintahan Sultan Suriansyah, Sultan Banjar pertama, yang merupakan zuriat raja-raja Banjar.
“Ini merupakan tradisi acara adat yang esensinya adalah salah satu media silaturahmi yang sangat sakral antar kerabat zuriat dan masyarakat dalam mempererat tali silaturahmi. Tradisi ini juga sebagai upaya pelestarian adat istiadat, karena sudah ada di masa sebelum Islam resmi menjadi agama Kerajaan Banjar,” ungkap Sri Agustinah, salah satu putri Kerajaan Banjar kepada wartawan, Minggu (20/12/2020) malam.
Sri menambahkan, Atur Dahar merupakan adat atau kebiasaan yang diwujudkan dalam bentuk hidangan sesajian berupa wadai dan makanan tradisional Banjar, berjumlah 41 macam.
Kuliner ini pun termasuk yang jarang ada pada zaman sekarang, kalau pun ada hanya didapati pada bulan Ramadhan dan perayaan keagamaan Islam lainnya.
Pemerhati Budaya Banjar, Zulfaisal Putera menjelaskan, literatur dari berbagai sumber termasuk lisan dari para keturunan raja-raja Banjar, menyebutkan bahwa era Atur Dahar sendiri sudah ada sebelum Islam masuk ke Kalimantan Selatan.
Zaman itu ritual adat ini bertujuan mengatur dahar atau memberi makan kepada makhluk-makhluk gaib, dengan harapan agar tidak mengganggu ketenangan dan ketenteraman kehidupan masyarakat dan kerajaan pada masa itu.
Adat ini dibungkus menjadi bagian dari tradisi masyarakat Banjar. Prosesinya sendiri biasanya dihaturkan bemamang kepada leluhur dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Namun Setelah Islam resmi menjadi agama di Kerajaan Banjar, maka upacara adat Atur Dahar disesuaikan dengan ajaran syariat Islam, diisi dengan lantunan salawat kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam dan memanjatkan doa kehadirat Allah subhanahu wata'ala, untuk memohon keselamatan dan keberkahan kebaikan dunia dan akhirat.
Seperti halnya kegiatan yang dilaksanakan salah satu keluarga Keturunan Raja Banjar yang bermukim di kawasan Banua Anyar, Banjarmasin.
“Sekarang acara adat seperti ini disesuaikan dengan syariat Islam, Tentunya hal ini sekaligus menghindari dari perilaku perbuatan syirik bagi yang melaksanakan,” jelas Zulfaisal yang juga dikenal sebagai Budayawan Banjar.
Zulfaisal mengapresiasi sejumlah keturunan raja-raja Banjar yang masih mempertahankan tradisi lelulur nenek moyang orang Banjar. Di sisi lain, Atur Dahar mencerminkan sikap budaya santun masyarakat Banjar yang tidak lekang oleh zaman.
“Jika ada yang masih melestarikannya sampai zaman sekarang ini, maka merupakan bagian dari kearifan lokal. Karena orang-orang Banjar sangat menghargai tradisi leluhur dan sangat menjaga silaturahmi diantara mereka," ujarnya.[risanta]