BUNTOK, MK - DPRD Kabupaten Barito Selatan mendesak Pemerintah Kabupaten segera melaksanakan rekomendasi Pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Tahun 2020, terkait permintaan audit khusus dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketua Komisi I DPRD Barsel, Raden Sudarto, Selasa (6/7/2021) mengatakan, audit BPK harus segera dilakukan terhadap kegiatan proyek multiyears dan pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di RSUD Jaraga Sasameh (RSJS) Buntok yang dinilai tidak sesuai prosedur dan bermasalah.
Menurut ketua Pansus LKPj Bupati tahun 2020 ini, berdasarkan hasil pemantauan lapangan, beberapa pekerjaan proyek dengan pembiayaan tahun jamak itu telah melebihi waktu pelaksanaan sebagaimana yang telah ditentukan.
"Pada saat kami turun ke lapangan, pekerjaan itu memang belum selesai dan waktu mereka itu (sebagaimana) disampaikan oleh Kepala Dinas PUPR Barsel akhir Mei sudah selesai," terangnya.
Setelah akhir Mei itu, lanjut legislator yang akrab disapa Haji Alex ini, mereka akan memperpanjang (waktu pekerjaan) dengan (opsi) bayar denda.
"Sementara batasan Pansus kemarin sudah berakhir, makanya kami rekomendasikan supaya kegiatan-kegiatan itu dievaluasi oleh BPK," tuturnya.
Kegiatan yang harus dievaluasi, antara lain ruas jalan Mayor Pithel, MTU - Bangkuang - Teluk Timbau, Jalan Pendang. Juga Desa Baru - Muara Talang.
"Itu kita minta diaudit oleh BPK. Karena memang kegiatan-kegiatan itu, pada saat kami turun lapangan, belum selesai," ungkapnya.
Selain itu, terkait rekomendasi pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan dana BLUD di RSJS Buntok, disebabkan adanya kejanggalan dan dugaan pelanggaran prosedur terhadap pengelolaan dana tersebut pada periode tahun 2018 hingga 2020. Ini menimbulkan beban utang RSJS mencapai angka Rp13,3 miliar.
"Terkait dana BLUD itu, pihak rumah sakit ada berutang dengan pihak ketiga, namun tidak tercatat dalam neraca utang daerah. Jadi kita minta itu supaya diaudit. Untuk memastikan apakah (utang) itu benar (untuk kepentingan RSJS) atau tidak, dan cara penyalurannya bagaimana," tukasnya.
Pasalnya, menurut mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) Barsel ini, jumlah utang di RSJS tersebut tidak realistis.
Sebab, bagaimana pun obat-obatan maupun alat kesehatan yang dibeli, harganya pasti akan kembali kepada pihak RS. Sebab semua pasien yang berobat pasti membayar obat maupun biaya penggunaan alat kesehatan yang ada, baik itu secara mandiri maupun melalui BPJS Kesehatan.
"Karena tidak mungkin utang sebanyak itu. Seharusnya ada pengembalian, salah satu contoh, kalau kita kerjasama dengan pihak ketiga (farmasi). Obat itu kan masuknya ke gudang apotik RS dulu kan! Setelah itu pengeluarannya (obat) itu kan melewati resep dokter, jadi sesuai dengan kebutuhan pasien," bebernya..
"Nah sistem pembayarannya apabila itu mandiri, dibayar oleh perorangan, apabila itu ditanggung oleh BPJS, itu kan BPJS yang nanti akan membayarnya. Sementara, pengembalian (dana) dari sekian banyak itu tidak ada. Padahal kalau fisiknya ada dan benar disalurkan ke pasien, maka itu akan terlihat pengembalian dananya," pungkasnya.[deni]