PANDEMI Covid-19 telah meluas dan menyebar secara global tidak kurang dari 218 negara yang telah terpapar termasuk Indonesia. Pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi Covid-19.
Dilansir dari makalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dengan judul Strategi Pemulihan Ekonomi Sektor Pariwisata Pasca Covid-19, menyebutkan bahwa pandemi ini memaksa negara melakukan pembatasan sosial, serta pelarangan kunjungan wisatawan antar daerah maupun dari luar negeri. Dampak nyata yang terlihat adalah pekerja sektor ini mengalami penurunan penghasilan, khususnya yang terkait penyedia akomodasi dan makanan serta minuman; perdagangan besar dan eceran; reparasi motor dan mobil; serta pergudangan dan transportasi (BPS, 2020).
Pada daerah yang mengandalkan pariwisata sebagai pemasukan utamanya, sudah mulai muncul rasa pesimis pada masa depan sektor pariwisata, terutama bagi daerah yang sangat tergantung atau tertarik untuk mengembangkan pariwisata, mengingat tidak adanya kepastian kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Sambodo (2020) menyatakan bahwa Pandemi Covid-19 pada sektor pariwisata setidaknya berpengaruh secara risiko ekonomi dalam kaitannya dengan: 1) Penutupan Sementara Hotel, Restoran, Industri Pariwisata Lainnya; 2) Pengurangan Karyawan: Cuti Tidak Dibayar (unpaid leave)/ Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); 3) Kesulitan Likuiditas: Gagal Bayar Kredit Investasi dan Modal Kerja; serta 4) Penutupan Usaha secara Permanen.
Banyak penelitian telah dilakukan tentang kebijakan pariwisata internasional, namun sedikit penelitian telah dilakukan tentang bagaimana adaptasi kebijakan ekonomi suatu negara dapat mempengaruhi pariwisata (Kim et al., 2016). Kaji ulang perencanaan pembangunan ekonomi tidak berarti merubah total perencanan, tetapi menambahkan sebagian sesuai dengan kondisi yang ada saat ini dengan lebih fleksibel (Lew, 2014).
Undang-undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata sebagai bermacam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas dan layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat dan daerah. Menurut Mathieson & Wall (1982) pemintaan pariwisata adalah jumlah orang yang bepergian atau ingin bepergian yang jauh dari lokasi kerja dan tempat tinggal untuk dapat menggunakan fasilitas dan layanan wisata.
Kegiatan pariwisata tidak lepas dari perdagangan internasional karena terkait dengan pertukaran barang atau jasa antara suatu negara dengan negara lain (Todaro & Smith, 2006). Perdagangan terjadi apabila salah satu pihak memperoleh keuntungan atau manfaat tetapi pihak lain tidak merasa dirugikan. Semua kegiatan tersebut dilakukan menyesuaikan interaksi antara wisatawan dan industri pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatanya, gambaran interaksi inilah yang digambarkan sebagai interaksi permintaan dan penawaran dalam pariwisata.
Pandemi Covid-19 sangat berdampak pada perekonomian Indonesia, khususnya sektor pariwisata. Pandemi Covid-19 juga mengubah paradigma pariwisata, dimana (1) atraksi wisata kini harus menerapkan physical distancing dan pembatasan kunjungan (quota); (2) Airport, Terminal, Stasiun harus menerapkan standar sanitasi yang tinggi; (3) Product Differentation dimana mass tourism digantikan dengan fresh air, adventure, pegunungan, lautan, alam serta wisata Kesehatan outdoor; (4) Value Preposition dimana semula murah dan overcrowded menjadi berusia muda, bersih, dan quality experience; (5) Fokus pemasaran Group Travel dialihkan menjadi Free Independent Traveler (FIT), dan; (6) Hygiene Labelling mutlak untuk diperlukan.
Dampak penurunan perekonomian sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Sekatan (Prov Kalsel) akibat Pandemi Covid-19, tentu juga sangat dirasakan. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata Prov Kalsel melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya, salah satunya dengan mengikuti kegiatan JIATTEX (Jogja Investment, Agriculture, Tourism & Trade Expo) Tahun 2021, yang dikabarkan melalui Siaran Pers Humas Pemprov Kalsel.
Pagelaran seni wisata dalam JIATTEX merupakan rangkaian kegiatan Travel Fair yang dilaksanakan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, di Sleman City Hall dari 17 sampai 20 Juni 2021 yang lalu. Kegiatan ini dibuka Kepala Dinas Koperasi & UKM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan diwakili Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata, Drs. Faisal Rizani, M.Si turut menyaksikan event dalam rangka promosi wisata ini.
Dijelaskan Faisal Rizani, Kegiatan JIATTEX EXPO 2021 ini merupakan kegiatan ke 5 kalinya. Kegiatan mengambil tema, "PELUANG INVESTASI, PARIWISATA & PERDAGANGAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA).” Tujuan kegiatan untuk mengenalkan & mempromosikan produk unggulan serta pariwisata di daerah masing-masing.
Kalsel turut berpartisipasi dalam kegiatan itu. Peserta lain diikuti juga oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah, ASITA, PHRI.
Diharapkan hasil dari kegiatan tersebut, dapat mendorong stimulus ekonomi yang baik akibat Pandemi Covid-19 dan mendatangkan kembali wisatawan ke Kalimantan Selatan.[adv/araska]