PALANGKA RAYA, MK - Koordinator Aliansi Masyarakat Gunung Mas (AMGM) angkat bicara terkait berbagai kejadian yang mereka nilai sudah tidak bisa lagi ditolerir karena berdampak pada masyarakat umum penguna jalan Kuala Kurun Palangka Raya.
Peristiwa tersebut antara lain adanya dugaan kuat angkutan ilegal kayu batangan (log) dan batu bara serta produksi perkebunan yang melintasi jalan umum tersebut terus dilakukan hingga saat ini.
Saat dikonfirnasi metrokalimantan. com via telepon seluler, Kamis (19/8/2021), Koordinator AMGM, Yepta Diharja mengatakan, truk-truk yang lewat Itu kebayakan tidak sesuai dengan dimensinya, dengan undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan dan peraturan daerah (Perda) nomor 7 tahun 2012.
"Artinya tidak jadi masalah bicara dimensi ukuran. Yang kita permasalahan untuk ukuran atau tonase, nyata-nyatanya di peraturannya itu untuk angkutan perusahaan tidak bolehkan melewati jalan umum tapi harus melewati jalan khusus," ucap Yepta.
Menurutnya, pihak pemerintah tidak boleh membaca peraturan itu sepotong-sepotong artinya bisa membaca dari pasal 5 dan 6.
Angkutan batu bara seperti apa yang bisa melewati jalan umum dan angkutan perkebunan yang bermitra dengan masyarakat dan hasil kebun masyarakat yang bisa melewati jalan umum tentunya sesuai dengan tonase.
"Tapi kondisinya sekarang yang lalu lalang di jalan umum itu bukan milik masyarakat tapi itu komersil punya perusahaan. Kami tetap minta itu sesuai dengan aturan yang sudah dibuat Pemeritah," tegas Yepta.
Ia juga menambahkan, lucunya lagi Pemeritah Daerah dan Instansi terkait Kabupaten setempat mengatakan peraturan daerah itu tidak jelas juga katanya apakah melarang ataupun meperbolehkan itu menjadi pertanya bagai kami.
Dan pihaknya juga ada melayangkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalteng mau bertemu di sana, tapi pihaknya dapat surat balasan dari Ketua DPRD Kalteng diminta mengirimkan surat-surat dan dokumen yang bisa mereka pertimbangkan.
"Kami juga mengirim surat-surat dan dokumen kepihak polres untuk melakukan tidak sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan menertibkan angkutan+angkutan sampai sekarang belum sama sekali sampai sekarang," ungkap.
Koordinator AMGM menjelaskan, pihaknya tidak akan berhenti sampai di situ. AMGM akan terus menyuarakan ini sampai tingkat pusat dan pihaknya sudah berkoordinasi juga dengan orang di sana untuk memfasilitasinya.
"Apabila emang tidak ada hasilnya juga, maka masyarakat sudah siap untuk memblokir angkut-angkutan yang melewati jalan umum itu. September ini kita menurunkan 50 orang, tapi kita juga menjaga dalam kondisi pandemi Covid-19 ini. Jangan sampai menjadi tambah lagi setelah aksi tersebut," paparnya.
Ditanya adakah permitaan kepada Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemeritah Pusat terkait angkutan perushaan ilegal menggunakan jalan umum, ia mengaku jika pihaknya meminta pemerintah tegak lurus untuk menerapkan aturan yang sudah dibuat.
"Artinya kalau tidak bisa lewat jalan umum, ya jangan. Itu saja yang diminta masyarakat," tegas pria asli Dayak Kalteng ini.
Dari pantau metrokalimantan.com di lapangan, Rabu (18/8/2021) sore kemarin, aktivitas angkutan perusahan masih berjalan.
Sebelumnya sempat diberitakan di media ini, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mulai melakukan penertiban angkutan diduga ilegal. Apalagi aktivitas angkutan ilegal ini mengakibatkan kerusakan ruas jalan Kuala Kurun – Palangka Raya, hingga rusak parah.
Keberadaan mereka juga dikeluhan masyarakat, mengingat maraknya dugaan truk angkutan kayu batangan (log) dan batu bara serta produksi perkebunan yang melintasi jalan umum beberapa hari lalu.
Terkait hal tersebut, Plt Kepala Dishub Kalteng, Yulindra Dedy mengatakan, pengawasan dan pengendalian dilakukan terhadap angkutan-angkutan yang melanggar ketentuan, sesuai undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan dan peraturan daerah (Perda) nomor 7 tahun 2012.
"Dalam ketentuan tersebut sudah jelas kelas jalan yang ada di Provinsi Kalteng adalah kelas tiga, dan kendaraan yang bisa melintas adalah angkutan dengan tinggi 3,5 meter, lebar 2,1 meter dan panjang 9 meter tersebut," terang Yulindra kepada metrokalimantan.com, Rabu (28/7/2021) lalu.
Pihaknya mengharapkan kondisi ini betul-betul menjadi perhatian perusahaan swasta agar tidak semena-menanya menggunakan ruas jalan tersebut.
Ia mengungkapkan, dari hasil kesepakatan Tim Terpadu yang sudah ada dalam pengawasan dan pengandalian terhadap angkutan yang melintas, makanya dibangun portal dan portanlya 2,3 lebarnya dan tingginya 3,5 meter, di sana ada tim kita standby dari Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP).
"Kita masih berharap dukungan teman-teman dari kepolisian, karena Pemprov masih punya keterbatasannya, seperti Dishub dan PP punya keterbatasan dalam hal penidakan dari sisi hukum. Juga dari instansi terkait lainnya, misalnya Dinas Kehutanan berkenaan dengan izin-izin angkutan kayu itu yang keluar seperti apa," tegasnya.
Dari kemarin, lanjutnya, sudah tidak ada lagi angkutan kayu yang lewat dan kita sudah sosialisasi terakir pada tanggal 23 Juli sampai 25 Juli. Ia melihat di media sosial yang mengirimkan angkutan-angkutan kayu yang lewat pada tanggal 24 Juli, itu masih tahap sosialisasi.
"Dari tanggal 26 kemarin anggota kita sudah menandai, misalnya angkutan ini, KIR-nya mati, STNK mati, PKB mati dan kami jumpai di lapangan seperti itu. Sesuai dengan UU, itukan bisa denda sampai dengan Rp5 juta," jelasnya.
"Misalnya ditemukan tonasenya berlebihan, bisa diturukan 1 itu semua sudah diatur dalam UU. Dan kemarin kita sudah rapat dengan instansi terkait lintas koordinasi Dirlantas Polda, Lantas Polre Gunung Mas dan Lantas Polres Pulang Pisau, mereka siap mendukung. Apabila perusahaan ini masih ngotot, kita akan bersurat ke Kementerian terkait seperti kehutanan, pertambangan, bisa sampai pencabutan izin IUP-nya," paparnya.
Pihaknya juga melihat dari Amdal yang disampaikan Dinas Lingkungan Hidup, di mana dalam Amdal perusahaan-perusahaan tidak menjelaskan mekanisme angkutan hasil produksinya. Mereka hanya menjelaskan hasil produksinya di sekitarnya saja. Mereka tidak ada izin mengangkut melewati jalan negara dan izin penyelenggara tidak ada.
"Seperti sawi, tambang, kayu itu dikategorikan jalan khusus dan mereka harus memiliki izin Khusus dari Kementrian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Darat dan kami cek tidak sama sekali memiliki itu izin," ketusnya.
Ditanya terkait apa itu diduga Ilegal, Ia menjelaskan jika itu bisa disebut dengan ilegal dari sisi transportirnya.[deni]