TOLAK Bala memang sudah menjadi tradisi saat ada bencana, umumnya dilakukan pada malam hari setelah sholat Isya. Tidak peduli walau ada larangan mengumpulkan orang banyak di masa pandemi Covid-19, tetap saja dilaksanakan.
Banyak RT/RW dan Kampung-kampung mengadakan Tolak Bala, berkumpul di Mushalla atau Masjid, lalu beramai-ramai berkeliling kampung sambil membaca do’a, membaca Burdah atau lainnya disertai suara keras, dengan sebagian jama’ah tanpa protokol kesehatan seperti memakai masker dan menjaga jarak, atau sama sekali tanpa ada protokol kesehatan!
Bahkan kegiatan seperti ini, cenderung membuat warga yang lain keluar dari rumah untuk menontonya.Walau semuanya telah menerapkan protokol kesehatan, tetap saja salah, karena sudah mengumpulkan massa dan membuat keramaian.
Satu saja ada diantara jama’ah yang ikut Tolak Bala tersebut adalah orang tanpa gejala Covid-19, maka kegiatan Tolak Bala menjadi media penyebaran BALA ke seluruh RT dan Kampung.
Apakah Covid-19 bisa dicegah cuma dengan Tolak Bala yang caranya seperti itu?
Tolak Balanya adalah bagus, namun pelaksanaannya yang salah, sehingga bukannya Tolak Bala, tapi Menjemput Bala. Jika kebaikan dilakukan dengan cara yang salah, bukannya menjadi pahala dan mendatangkan rahmat, tapi mendatangkan dosa dan bala.
Bukankah bisa dilakukan Tolak Bala di rumah masing-masing saja, tanpa harus beramai-ramai keliling kampung. Atau kalau mau beramai-ramai, bisa dilakukan Tolak Bala melalui internet dengan aplikasi live streaming video. Untuk apa ada teknologi digital kalau tidak dimanfaatkan!
Kebodohan yang dibungkus dengan fanatisme, seperti sebuah tipu daya iblis yang membungkus keburukan dengan kebaikan!
Tolak Bala yang sesungguhnya di masa pandemi ini adalah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Dikutip dari cendekia.news , bahwa tali terkuat untuk mengikat para tawanan setan itu, adalah kebodohan. Al Hasan bin Shalih menjelaskan, bahwa; “Setan membuka 77 pintu kebaikan bagi manusia, demi menggiringnya masuk ke dalam satu pintu kejahatan. Kelicikan, memang sudah menjadi tabiat setan.
Dalam Kitab “Talbis Iblis”, Imam Ghazali mengutip dari gurunya, Syekh Abu bakar Al Waroq. Beliau menjelaskan bahwa setan itu adakalanya mengajak manusia kepada kebaikan dengan tujuan untuk menjerumuskan mereka yang terperangkap itu kepada keburukan.
Misalnya, ia mengajak seorang hamba untuk melakukan sesuatu yang dipandang utama, untuk tujuan (yang sesungguhnya) yaitu menghalanginya dari jalan utama (yang sebenarnya) atau mengajaknya kepada kebaikan untuk menyeretnya kepada dosa yang lebih besar, yang kebaikannya tidak akan mencukupi untuk menghapus keburukannya itu.
Penulis : Araska Banjar