PULANG PISAU, MK - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), rencana kenaikan tarif air bersih bagi pelanggan PDAM kabupaten setempat.
Rencana kenaikan tarif tersebut, bahkan sudah diusulkan pihak management kepada Pemkab Pulang Pisau
Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Pulang Pisau, Sis Hernawa mengatakan, usulan rencana kenaikan tarif air bersih ini memang menjadi dilema bagi pihaknya, baik dari sisi pemenuhan operasional maupun secara politis.
Sebab, menurut Sis Hernawa, usulan rencana kenaikan tarif air bersih tersebut pasti akan menimbulkan pro dan kontra, khususnya bagi pelanggan PDAM Pulang Pisau.
"Tetapi bagi PDAM sendiri dengan kenaikan tarif ini mampu menutup biaya operasional, agar bisa terus memberikan pelayanan air bersih kepada para pelanggan," katanya, Selasa (28/9/2021) kepada awak media ini.
Diungkapkan Sis Hernawa dari hasil audit yang dilakukan kepada PDAM setempat dinyatakan sehat secara management, tetapi dukungan untuk meningkatkan operasional masih sangat dibutuhkan.
Dari laporan evaluasi kerja yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Tengah, salah satu saran dan masukan yang diberikan adalah mengusulkan kepada pemerintah daerah terkait dengan penyesuaian tarif atau subsidi tarif.
"Dan, usulan ini sudah kita sampaikan ke Pemkab Pulpis. PDAM hanya selaku operator karena kebijakan kenaikan tarif ini ditetapkan oleh pemerintah setempat. Dari hasil perhitungan saat ini, biaya produksi yang dikeluarkan melebihi dari tarif jual yang diberlakukan," terangnya menjelaskan.
Ia mencontohkan, biaya operasional produksi dalam satu meter kubik Rp6.000 berbanding tarif jual air yang diberlakukan sebesar Rp4.500. Artinya pelanggan masih disubsidi pemerintah setempat sebesar Rp1.500. Sementara, bahan baku dan kimia untuk pengolahan air serta operasional lain terus mengalami kenaikan.
"Jadi, sudah lama pemerintah daerah belum memberlakukan kenaikan penyesuaian tarif baru agar biaya produksi dan harga jual air menjadi berimbang atau full cost recovery (FCR)," ungkapnya.
Terkait kemungkinan kenaikan penyesuaian tarif diperlukan hingga 50 persen, Sis Hernawa menjelaskan bahwa kenaikan 50 persen itu untuk memenuhi FCR tadi. Meski begitu, semua tergantung dari pemerintah daerah setempat.
Besaran usulan kenaikan tarif tidak memaksa, tetapi kekurangan untuk menutup FCR itu harus disubsidi oleh pemerintah sesuai dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 tentang perhitungan dan penetapan tarif air minum.
Ia menjelaskan, dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 pada Pasal 29A disebutkan bahwa Gubernur mewajibkan pemberian subsidi dari APBD kabupaten/kota apabila bupati/wali kota menetapkan tarif di bawah biaya pemulihan penuh atau FCR.
Untuk menutup biaya operasional selama ini pemerintah setempat mengandalkan penyertaan modal, bukan subsidi tarif. Penyertaan modal lebih kepada belanja barang dan jasa sehingga penggunaannya masih terbatas, tidak bisa untuk menunjang operasional lain yang dibutuhkan.
"PDAM setempat juga masih menunggu arahan dari pemerintah setempat, apakah menetapkan tarif penyesuaian FCR atau dengan memberikan disubsidi kepada pelanggan," ucap Sis Hernawa.
Dia juga mengungkapkan komitmen PDAM, apabila pemerintah setempat menetapkan tarif penyesuaian atau subsidi tarif, maka sudah menjadi kewajiban dalam memberikan pelayanan yang lebih dari sebelumnya kepada pelanggan.
Kondisi peralatan pengolahan air yang ada di PDAM saat ini juga sudah mengalami penyusutan hingga kondisi 50 persen, sehingga dibutuhkan dukungan anggaran agar operasional PDAM bisa tetap terus berjalan, salah satunya dengan penyesuaian tarif sesuai FCR.[manan]