PALANGKA RAYA, MK - Persoalan tumpang tindih penggunaan lahan merupakan salah satu tantangan yang perlu bersama-sama segera diselesaikan, agar dapat menjamin kepastian pemanfaatan ruang dan perencanaan pembangunan yang akurat dan akuntabel.
Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo saat membacakan amanan tertulis Gubernur H Sugianto Sabran saat membuka secara resmi pertemuan KPK RI bersama Kementerian Lembaga dan Gubernur Kalteng dalam rangka pembahasan tentang upaya percepatan Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dari Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Selasa (7/12/2021).
Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra secara virtual, dan dihadiri langsung oleh Pj Sekda Provinsi Kalteng H Nuryakin, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng Leonard S Ampung, Inspektur Provinsi Kalteng, Saring.
Kemudian, Wakil Stranas PK Muhammad Isro, Kepala Kantor Wilayah BPN Kalteng Elijas B Tjahajadi serta Kepala Perangkat Daerah Provinsi Kalteng terkait.
"Komitmen Pemerintah yang kuat, sinergi serta koordinasi teknis yang intensif dan transparan akan mendukung penyelesaian tumpang tindih tersebut. Dengan salah satu upaya Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih lahan melalui Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy," ucap Edy.
Ia mengatakan, Kalteng sendiri menjadi salah satu Provinsi yang difokuskan dalam Kebijakan Satu Peta, pada akhir Tahun 2022 diharapkan mencapai output berupa tersedianya peta digital Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan Online Single Submission, terselesaikannya kompilasi dan integrasi Informasi Geospasial Tematik Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan Sawit dan terlaksananya rekomendasi penyelesaian tumpang tindih di Kalteng dengan pelaksanaan rekomendasi yang berada di 341 Lokus dan 1884 Sub Lokus yang tersebar di 14 Kabupaten/Kota di Kalteng.
Edy menuturkan, Stranas PK merupakan komitmen kuat Pemerintah bersama-sama dengan KPK sebagai upaya untuk menciptakan pemberantasan korupsi yang sistemik, kolaboratif, dan berdampak nyata.
"Diharapkan bersama Stranas PK ini dapat menjadi kebijakan nasional, yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang menjadi acuan dan panduan bagi Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah serta pihak terkait untuk bergerak mencegah korupsi dengan sistem pencegahan korupsi dari hulu ke hilir," tandasnya.
Sementara itu, Wamen ATR/BPN menyampaikan, memang ada tantangan tersendiri secara makro di wilayah Negeri ini, khususnya ketersediaan tanah untuk lahan pertanian.
"2/3 tanah di Indonesia diklaim sebagai kawasan hutan, dan 1/3 adalah untuk seluruh kebutuhan yang lain," ungkapnya.
Wamen Surya menjelaskan, mengenai statistik lahan pertanian Tahun 2015 hingga 2019 luas sawah irigasi dan non irigasi sebagai penghasil komoditas paling strategis contohnya beras hanya seluas 7,4 juta hektar pada Tahun 2019. Dibandingkan dengan total luas daratan Indonesia, luasan tersebut hanya mencakup 3,93%.
Sedangkan Kawasan Hutan masih mendominasi dengan mencakup 64,14%. Alokasi penggunaan tanah merupakan keputusan politik.
"Realokasi tanah ke arah alokasi yang lebih rasional merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi kemiskinan di wilayah perdesaan dan meningkatkan ketahanan Nasional serta kepastian antara Kawasan Hutan dengan luas hutan dibutuhkan dalam proses melakukan alokasi lahan," tukasnya.[kenedy/adv]