PALANGKA RAYA - Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dikenal memiliki potensi alam yang sangat luar biasa, khususnya dari sektor Pertambangan, Perkebunan dan Perhutanan (3P) serta Sumber Daya Alam potensial lainnya yang tentunya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat setempat.
Setidaknya di wilayah Kalteng terdapat tujuh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi ketiga yang ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1998.
Ketujuh pemegang PKP2B itu, diantaranya PT Kalteng Coal, PT Maruwai Coal, PT Pari Coal, PT Ratah Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Juloi Coal dan PT Lahai Coal, dengan luas total 221.109 hektare, dan ketujuh perusahaan tersebut bernaung di bawah Grup Perusahaan BHP Biliton dan Adaro Metcoal Company (AMC).
Pemerintah telah memberikan kesempatan selama 23 tahun perusahaan PKP2B tersebut untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan meliputi Eksplorasi, Studi Kelayakan, Konstruksi dan Operasi Produksi.
Namun, hingga saat ini belum memberikan konstribusi yang optimal bagi daerah terhadap penguasaan pengelolaan sumberdaya alam yang ada.
Dalam rangka untuk memenuhi prinsip keadilan bagi daerah maka Gubernur Kalteng, H Sugianto Sabran meminta kepada Pemerintah Pusat untuk melakukan evaluasi atas perizinan tersebut, diantaranya menciutkan wilayah PKP2B yang berstatus konstruksi atau operasi produksi dan memberikan prioritas untuk mendapatkan IUPK pada area penciutan tersebut kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sehingga ada kesempatan bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Selian itu, orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai itu juga meminta agar tidak memperpanjang dua PKP2B atas nama PT Pari Coal dan PT Ratah Coal yang berstatus eksplorasi dan akan berakhir pada tahun 2022
Tindakan tegas Gubernur inipun sejalan dengan kebijakan Presiden RI Joko Widodo yang mencabut izin 2.078 perusahaan tambang mineral dan batubara yang tidak produktif dan tidak aktif membuat rencana kerja.
"Bukan hanya yang tidak dikelola, tetapi perusahaan tambang yang tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dampak-dampak dari perizinan tersebut yang merugikan masyarakat, selain kerusakan alam dan infrastruktur juga tidak berkontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang akan digunakan untuk pembangunan di Kalimantan Tengah," ungkap Gubernur, Kamis (6/1/2022).
Dilanjutkan, setiap tahunnya Pemprov Kalteng harus merelakan milyaran rupiah untuk anggaran untuk perbaikan infrastruktur jalan.
"Sebagaimana data dari Dinas PUPR Provinsi Kalteng, anggaran rehabilitasi infrastrukur jalan hampir setiap tahun sebesar 750 Milyar. Harusnya anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk pembangunan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat Kalteng," bebernya.
Pemprov Kalteng, tambahnya, terus melakukan pembenahan-pembenahan dengan memberikan kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel, tetapi izin-izin yang disalahgunakan pasti akan direkomendasikan untuk dicabut.
"Pembenahan dan penertiban izin ini merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan serta perizinan lainnya," tukasnya.[kenedy/adv]