PALANGKA RAYA - Klaim sudah sesuai putusan PTUN oleh Meisy Eva Faridha dan Ester Loto terkait kepemilikan tanah sengketa yang terletak di Jalan Yos Sudarso ujung Kota Palangka Raya, mendapat tanggapan pihak penggugat, yakni Aya Rika, Harison Limin, Ernie dan Ana.
Melalui Kuasa Hukum penggugat, Mahdianur, bahwa apa yang diterangkan pihak tergugat intervensi sangat berlebihan. Ia menganggap bahwa apa yang sudah disampaikan tidak berdasar.
"Sangat tidak mendasar atau tanpa legal standingnya, jadi taati saja proses hukum yang ada, baik itu di pengadilan dan lainnya," terang Mahdianur kepada metrokalimantan.com, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya, terkait SPT, pihaknya pun tidak menyangka pihak kelurahan Palangka mencabut register SPT tersebut. Padahal itu sudah terbit tahun 2009 dan sudah dimiliki sejak dulu.
"Sudah terbit sejak 2009, dan yang mencabut Kelurahan Palangka. Memang dulu lokasi ini Kelurahan Langkai, semenjak ada perkembangan makanya berubah jadi Palangka," ucapnya.
Saat dikonfirmasi media ini, Adi selaku Kuasa Hukum dua tergugat intervensi mengatakan, berdasarkan putusan yang diterimanya, Kamis (17/3/2022) dengan nomor perkara 31/G/2021/PTUN.PLK bahwa gugatan penggugat tidak diterima, begitu juga dengan perkara nomor 32/G/2021/PTUN.PLK.
"Dalam dua gugatan tersebut, semuanya tidak dapat diterima oleh majelis hakim," kata Adi, Selasa (22/3/2022).
Adi menambahkan, di dalam putusan perkara Ester Loto tersebut menyatakan eksepsi tergugat, yakni BPN Palangka Raya dan tergugat II Intervensi mengenai para penggugat tidak memiliki legal standing atau kepentingan dalam mengajukan gugatan dapat diterima.
"Sudah sangat jelas dalam perkara Ester Loto gugatan mereka tidak memiliki legal standing, terbukti dalam putusan eksepsinya," tegasnya.
Sedangkan dalam perkara intervensi Eva Faridha dalam putusan eksepsi menyatakan eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi mengenai kompetensi absolut diterima.
"Di sini kita sama-sama tau bahwa itu jelas putusannya supaya masyarakat tau dan tidak ada opini yang beredar," ucapnya.
Dengan adanya putusan ini, SHM milik Meisy dengan nomor 02,03 dan 04 sah demi hukum, tidak ada cacat administratif.
"Sudah terbukti semuanya dengan adanya putusan dari PTUN," tegasnya.
Sekedar diketahui, Dalam gugatannya empat penggugat meminta SHM milik tergugat intervensi dibatalkan atau dicabut. Alasannya karena wilayah tersebut masuk dalam lokasi hutan, sehingga terbitnya SHM melanggar UU No 41/1999 tentang kehutanan.
Adi pun menjelaskan, meski SHM milik kliennya terbit pada tahun yang sama dengan UU No 41/1999, namun ada perbedaan waktu terbit beberapa bulan dari peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan mengakui adanya SHM sebelum pemancangan batas sementara kawasan hutan.
"SHM klien saya terbit pada 29 Maret 1999, sedangkan Undang-Undang Nomor 41/1999 terbit tanggal 30 September 1999," tutur Adi.
Ia menambahkan, Undang-Undang tentang Kehutanan tidak termasuk dalam dua Undang-Undang yang berlaku surut atau retroaktif.
"Hanya ada dua Undang-Undang yang menganut asas retroaktif, yakni Undang-Undang tentang Terorisme dan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia," jelasnya.
Bahkan dari peta yang diterimanya, posisi tanah milik penggugat berbeda dari lokasi yang disengketakan. Yang tak kalah pentingnya sertifikat milik kliennya sudah terdaftar di BPN Pusat dengan ditandai warna kuning yang artinya terdaftar.
"Jelas kok itu tanah milik klien kami, RT tempat objek sebenarnya RT 07 pemekaran RT 06 bukan RT 03 dan RWnya pun lain dan itu dikuatkan mantan RT 06," tegasnya.[deni]