PALANGKA RAYA - Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan setiap lima tahun sekali, angka prevalensi stunting di Kalimantan Tengah (Kalteng), trendnya terus mengalami penurunan yaitu 41,3 persen pada tahun 2013 dan 34 persen pada tahun 2018.
Kemudian, dari hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019 sebesar 32,3 persen, sedangkan pada tahun 2021, angka prevalensi stunting di Kalteng yaitu sebesar 27,4 persen.
Fakta tersebut diungkapkan Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (KSDM), Suhaemi mewakili Sekda saat membuka Rekonsiliasi dan Diseminasi Data Kasus Stunting dan Keluarga Berisiko Stunting Provinsi Kalteng Tahun Anggaran 2022, berlangsung di Swiss-Belhotel Danum Palangka Raya, Kamis (8/12/2022).
"Kita berharap hasil SSGBI tahun 2022 angka prevalensi stunting di Kalimantan Tengah bisa mencapai minimal 23,24 persen, sehingga target penurunan stunting sebesar 15,38 persen di tahun 2024 dapat tercapai," katanya.
Menurutnya, walaupun dari tahun ke tahun angka prevalensi stunting di Kalteng mengalami penurunan, angka ini masih berada di atas angka standar yang ditoleransi oleh WHO, yaitu di bawah angka 20 persen, dan masih berada di atas angka nasional yaitu 24,4 persen.
"Saya mengimbau kepada seluruh instansi dan mitra terkait agar dapat bersinergi dan bekerja sama didalam wadah yang telah dibentuk oleh bapak Gubernur, yaitu Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS Provinsi Kalimantan Tengah," tukasnya.
Sementara itu, Plt Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalteng, Dadi Ahmad Roswandi dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan itu bertujuan untuk menyebarluaskan hasil verifikasi faktual pendataan keluarga tahun 2021 (data keluarga berisiko stunting) kepada Pemerintah Daerah, pemangku kepentingan dan mitra BKKBN sebagai bahan referensi dan data pendukung dalam melaksanakan intervensi program dan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Provinsi Kalteng.[adv]