PULANG PISAU - Menyikapi adanya dugaan kelangkaan pupuk bersubsidi di wilayah Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), Dinas Pertanian (Distan) daerah setempat menyebut, saat ini peruntukan dan proses penyaluran dibatasi langsung oleh pemerintah pusat melalui kementerian pertanian (Kementan).
Itu dikatakan Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Pulang Pisau Godfridson melalui Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Suhaimi, saat dikonfirmasi awak media ini, Selasa (27/6/2023) via WhatsApp pribadinya.
"Kalau langka tidak sih, tepatnya memang dibatasi dari pihak Kementan. Dimana, mereka membatasi jumlah volume yang diperuntukan untuk beberapa komoditas saja. Maksudnya, kalau dulu pupuk subsidi masih bisa untuk petani kelapa sawit, nah kalau sekarang sekarang dibatasi dan hanya bisa untuk tiga komoditas saja, seperti padi, kopi, dan tebu," beber Suhaimi menjelaskan.
Secara rinci, ungkapnya, pembatasan pupuk subdisi ini berdasarkan Permentan No 10 tahun 2022, bahwa subsektor penyaluran hanya ada pada tiga tanaman pangan, seperti padi, jagung dan kedelai.
"Terus untuk hortikultura, seperti cabai, bawang merah dan bawang putih. Sedangkan di bidang perkebunan hanya untuk tebu, kakao dan kopi saja. Jadi, subsidi untuk kepala sawit saat ini tidak ada," ujar Suhaimi.
Ditanya terkait tempat penampungan pupuk subsidi, Suhaimi mengatakan, sudah ada satu wadah berupa kios berupa gudang di Jabiren.
Dan, lanjutnya, kalau dilihat komoditas yang bisa mendapat pupuk bersubsidi di Jabiren hanya tanaman padi dan cabai.
"Yang lainnya tidak ada, sebagai informasi saat ini baru datang sebanyak 8.000 kg untuk pupuk NPK dan 2.000 kg pupuk urea. Pupuk yang kita maksud tadi belum diambil oleh kelompok tadi disana, posisi pupuknya sudah berada di gudang lini 4 (kios Yonis) Jabiren. Volume NPK 175 kg/ha, dan urea 100 kg/ha," terangnya.
Diungkapkannya lagi, pupuk NPK untuk komoditas padi pun dibatasi. Dimana, katanya, dulu bisa mencapai 400 kg per hektare dan sekarang hanya mendapatkan subsidi 175 kg per hektare.
Hal itu pun, ujar Suhaimi, harus mengajukan atau melalui mekanisme, Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang merupakan alat perumusan untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan alat mesin pertanian, baik yang berasal dari subsidi usaha tani, permodalan, kredit maupun dari swadaya petani.
"RDKK sebenarnya merupakan bagian dari Hak para petani. Kementan saat ini, hanya fokus untuk benih atau bibitnya saja. Dari itu, pemerintah mengarahkan dan berharap agar petani bisa beralih ke pupuk organik dan sejenisnya yang bisa dikelola oleh petani itu sendiri.
"Untuk hal itu kami yang bertanggung jawab dan berupaya, agar dapat menemukan solusinya semoga dari APBD l atau APBD ll dapat terealisasi melalui ABT maupun dari pusat," tutupnya.[manan]