PULANG PISAU - Sidang lanjutan Perkara Perdata No.4/Pdt.G/2023/PN.Pps, yang terdaftar di Pengadilan setempat, yakni antara mantan pasangan suami istri (pasutri) Merianto (penggugat) dengan Melisa Purnama Sari (tergugat), masih berlangsung.
Dikabarkan, tepat pada Senin 17 Juli 2023 kemarin di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Pulang Pisah, Kalimantan Tengah (Kalteng), sidang lanjutan perkara tersebut dengan agenda menghadirkan saksi kedua belah pihak beserta saksi ahli dan saksi fakta.
Kepada awak media, kedua kuasa hukum baik dari pihak penggugat dan tergugat menyampaikan beberapa hal penting selama proses persidangan.
Kuasa hukum penggugat Dr Mambang I Tubil SH, MAP, kepada awak media menyatakan optimis bahwa majelis hakim nantinya akan memberikan putusan yang bijaksana kepada kliennya yang tengah beracara di meja persidangan pada Pengadilan Negeri (PN) Pulang Pisau.
Dimana, kata Mambang, keterangan dari para saksi yang hadirkan dapat menjadi pertimbangan majlis hakim untuk memutuskan perkara ini dengan bijaksana dan seadil-adilnya sesuai denah fakta dan barang bukti yang ada.
"Artinya, dari hasil sidang kemarin kita mulai mendapatkan titik terang. Menurut saksi ahli, bahwa melawan atau menentang hukum adat itu tentu harus dipertanggung jawabkan oleh pihak tergugat," ujarnya.
Dia menyebut, salah satu pelanggaran tergugat disinyalir telah membuat surat palsu untuk alasan perceraian serta menuduh penggugat, red) tanpa adanya bukti jelas yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Kemudian tambahnya, dalam keputusan adat pihak tergugat tidak ada niat baik untuk melakukan penyelesaian perkara tersebut bahkan tidak menghargai hukum adat.
"Semoga nanti pada putusan yang dijadwalkan lada tanggal 31 Juli 2023 mendatang, majlis hakim dapat memutuskan sesuai harapan dan tentu sesuai bukti fakta yang ada," tandasnya.
Sementara kepada awak media, Kuasa hukum tergugat, Endas Triniwati, SPd, SH, MH menyatakan bahwa dari hasil persidangan lanjutan kemarin dapat disimpulkan bahwa perkara yang tengah bergulir saat ini harusnya dapat diselesaikan di putusan adat.
Pasalnya, berdasarkan keterangan saksi ahli bahwa terkait kasus ini alangkah baiknya diselesaikan satu persatu, baik terkait perceraian maupun utang piutang. Artinya, gugatan pertama dari pihak penggugat harus berkesinambungan dari gugatan selanjutnya.
"Ya, harusnya terkait perceraian adat selesainya di ranah adat saja. Kalau masalah denda kan sudah sudah disetujui pihak tergugat dengan besaran Rp 10 juta itu sebagai denda karena klien kami yang menggugat perceraian. Sedangkan untuk utang piutang eksekusinya bisa dari putusan adat berupa sita jaminan, entah itu rumah, ranah atau benda bergerak lainnya yang kesemuanya bisa dijual untuk pemenuhan utang ataupun denda sesuai besaran yang sudah ditentukan dalam putusan adat," ungkap Endas.
Ditanya terkait utang piutang, Endas menjelaskan bahwa pihaknya telah mengamati baik penggugat maupun tergugat wajib menyelesaikan utang tersebut, yank artinya lagi utang piutang dimaksud utang bersama.
"Namun, klien kami tidak memungkiri adanya utang sebesar Rp 95 juta dengan penyerahan berupa sertifikat. Tapi nanti masih ada sidang lanjutkan kesimpulan, teman-teman media bisa kembali memantau perkembangan perkara ini sampai putusan," kadanya.
"Jadi, poin dari pihak penggugat ini saudari Melisa sebagai pihak tergugat harus menyelesaikan putusan adat berupa denda penggantian materil maupun imateril saya, dan kalau dari pihak kami tergugat tidak ada ranah menuju perdata dan pidana," cetusnya.[manan]