KUALA KAPUAS - Setelah mengunjungi
Badan Riset dan Inovasi Nasioanal (BRIN) rombongan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas, Kalteng, melanjutkan agenda kunjungan kerja (kerja) ke Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Kunjungan ini dipimpin Ketua DPRD Kapuas Ardiansah dan didampingi Waket I, Yohanes serta anggota lainnya.
Pertemuan dilaksanakan di ruang Gedung Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hukum Adat.
"Agenda Kunker untuk koordinasi dan konsultasi sehubungan pengayaan pembentukan dan susunan perangkat daerah dan Raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat," kata Ketua DPRD Kapuas, Ardiansah SHut MM dalam rilis yang diterima media ini, Rabu (8/5/2024).
Ia menegaskan bahwa klausul atas Raperda ini sungguh sangat penting kita kaji sedetailnya dan meminta para ahli serta sumber yang telah memiliki pemahaman sehubungan Raperda dimaksud.
Sementara itu Ketua Pansus, II H. Darwandie, SH, mengatakan, pihaknya akan pelajari apa yang menjadi masukan untuk penjelasan Raperda dimaksud agar isinya benar-benar menjadi payung hukum yang bermanfaat.
"Kita ketahui bawa beberapa Buah Raperda regulasi yang untuk pembentukan masyarakat hukum adar atau MHA," kata Darwandie.
Yakni, pertama Pasal 18b Undang Undang Dasar 1945, Pasal 67 Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Putusan MK nomor 35 Tahun 2012, Lampiran huruf K Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2015,
Plt. Dir. Penanganan Konflilk Tenurial dan Hutan Adat Kementerian LHK yang menerima kunjungan itu menyampaikan, untuk Raperda Kabupaten Kapuas dianggap sudah memenuhi tetapi yang terpenting adalah bagaimana mandat yang diberikan oleh pusat kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.
"Artinya subjek MHA sebagai wewenang Bupati benar-benar memenuhi kata “sepanjang masih ada” bukan mengada-ada sifatnya," tandasnya.
Kewenangan Kementerian LHK lanjutnya adalah memberikan ijin penguasaan hutan adat yang berada dalam wilayah masyarakat adat setelah diverifikasi, bersifat komunal dan hutan adat tersebut boleh dikomersilkan utuk kepentingan masyarakat adat.
Untuk tata ruang yang berada dalam hutan adat akan menyesuaikan dengan tata ruang hutan adat,
ini berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 12 tahun 2024.
Pembentukan Perda Kabupaten juga harus memperhatikan Permen Agraria Nomor 12 Tahun 2014, karena dalam Pasal 3 Permen tersebut menyatakan pelaksanaan hak ulayat oleh MHA tidak boleh:
1. Tanah yang sudah dikuasai oleh perorangan atau badan hukum
2. Tanah yang sudah ada dibangun fasilitas umum
3. Tanah yang sudah dibebaskan oleh instansi pemerintah
4. Tanah bekas swapraja.[zulkifli]