PALANGKA RAYA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah menggelar Rapat Evaluasi Semester Kematian Ibu dan Anak yang mencakup Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons (AMPSR) di Hotel Aquarius Palangka Raya, Kamis (31/10/2024). Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan, Suyuti Syamsul.
Dalam sambutannya, Suyuti mengungkapkan pentingnya upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang merupakan target dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024.
"Sasaran program kesehatan masyarakat ini adalah menurunkan AKI menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2024," paparnya.
Suyuti menekankan bahwa meskipun ada penurunan angka kematian dalam dekade terakhir, AKI dan AKB di Kalimantan Tengah masih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Ia juga mencatat bahwa lima provinsi yang menyumbang 50% kematian ibu dan bayi di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Sulawesi Selatan, dengan Kalimantan Tengah juga termasuk dalam daftar tersebut sebagai provinsi dengan angka kematian tertinggi.
Agenda rapat ini bertujuan untuk merespons isu dan prioritas nasional terhadap AKI dan AKB, serta memperkuat pencatatan dan pelaporan terkait Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respons yang terstruktur.
"Kami berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, serta memberdayakan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi," ungkapnya.
Suyuti juga memaparkan data kematian ibu dan bayi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2021, tercatat 98 kasus kematian ibu (218 per 100.000 kelahiran hidup), kemudian menurun menjadi 64 kasus pada tahun 2022 (146 per 100.000 kelahiran hidup), namun meningkat menjadi 73 kasus pada tahun 2023 (179 per 100.000 kelahiran hidup).
Untuk tahun 2024, per September, tercatat 37 kasus. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan, perdarahan, dan komplikasi non-obstetrik.
Sementara untuk kematian bayi, pada tahun 2021 tercatat 394 kasus (7,6 per 1.000 kelahiran hidup), menurun menjadi 371 kasus pada tahun 2022 (8,6 per 1.000 kelahiran hidup), meningkat menjadi 439 kasus pada tahun 2023 (10,7 per 1.000 kelahiran hidup), dan 276 kasus pada tahun 2024 hingga September. Penyebab kematian bayi didominasi oleh gangguan pernapasan dan kardiovaskular, bayi berat lahir rendah/prematur, dan penyebab lainnya.
Suyuti menekankan bahwa keterlambatan dalam deteksi dini masalah kesehatan serta tingginya angka kehamilan yang tidak direncanakan menjadi faktor penyebab kematian ibu dan bayi. Dalam rapat ini, Dinkes Kalteng berupaya untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi di provinsi tersebut.[apri]
Tags
pemprov kalteng