BANJARMASIN – Sektor pelayanan kesehatan adalah salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pelayanan kesehatan merupakan pelayanan dasar yang paling banyak diakses oleh masyarakat.
Dalam hal ini, masyarakat membutuhkan ketersediaan pelayanan publik yang berkualitas baik dalam bentuk pelayanan administratif, barang dan jasa publik di bidang kesehatan.
Sementara faktanya keluhan atau laporan dari masyarakat terkait layanan kesehatan masih banyak diterima di Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) maupun Ombudsman RI Pusat.
Maka dari itu, penting bagi Ombudsman RI untuk melakukan pengawasan aktif terhadap kendala atau permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mencakup 7 sub sistem yang saling berkaitan, yaitu Pembiayaan Kesehatan; Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan; Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan; Upaya Kesehatan; Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan; serta Pemberdayaan Masyarakat.
Tentu diharapkan ketujuh sub sistem tersebut berjalan lancar dan optimal agar tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tidak kalah pentingnya, peran para pihak yang terlibat didalamnya (stakeholders).
Ini termasuk Rumah Sakit (RS) dan BPJS Kesehatan sebagai pranata layanan publik yang sangat strategis dalam pembiayaan kesehatan dan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Demikian hal yang secara umum menjadi bahasan saat audiensi Ombudsman Kalsel dengan jajaran Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) wilayah Provinsi Kalimantan Selatan di Aula Kantor Ombudsman Kalsel pada Kamis (13/2/2025).
Secara khusus yang kemudian disorot Ombudsman Kalsel adalah pending claim. Kondisi ini terjadi manakala pengajuan berkas klaim oleh RS dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan dan biaya pelayanan kesehatan belum dapat dibayarkan sepenuhnya.
Secara nasional banyak kejadian pending claim dimaksud. Dari hasil audiensi terungkap bahwa di Kalsel juga ada pending claim yang dialami klinik dan RS baik pemerintah maupun swasta.
"Pending claim ini bila berlarut-larut, dibiarkan tanpa ada kepastian, maka berpotensi maladministrasi dan dapat berdampak negatif pada mutu layanan yang diterima pasien serta operasional RS dalam jangka panjang," ujar Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel.
Pending claim bisa terjadi karena bermacam hal, salah satunya administrasi. RS perlu memastikan bahwa berkas klaim yang diajukan sudah sesuai ketentuan, lalu berdasarkan administrasi yang benar dan lengkap, pihak BPJS Kesehatan melakukan verifikasi dan membayar klaim layanan kesehatan tepat waktu.
Tentu dalam proses verifikasi ini harus ada Standar Pelayanan yang jelas dan diketahui kedua belah pihak, terutama menyangkut mekanisme, prosedur, persyaratan, waktu dan dasar hukum. “Ini hal yang urgen, agar klaim tidak di-pending atau ditahan tanpa ada kepastian waktu dan tidak dikembalikan tanpa alasan yang jelas," tegas Hadi.
Hal lainnya yang disarankan adalah penguatan hubungan antara RS dengan BPJS Kesehatan. Koordinasi dan komunikasi kedua belah pihak harus dibangun dengan mengacu pada asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik, serta mengedepankan pendekatan solutif dan berorientasi pelayanan prima atas permasalahan pending claim.
"RS dengan BPJS Kesehatan sebaiknya bertemu, berbicara secara intens, setara dan terbuka mengenai kondisi masing-masing serta hambatan atau sumbatan dalam proses klaim. Harapannya ada komitmen dan kesepakatan bersama, agar pasien atau pengguna layanan kesehatan tidak menjadi korban," pungkas Hadi.
Terakhir, jajaran PERSI Kalsel menyambut baik dan menyepakati saran-saran yang disampaikan Ombudsman Kalsel. Diharapkan pula agar ruang dialog antara RS dengan BPJS Kesehatan dapat terselenggara dalam waktu segera serta adanya peran dan bantuan pihak ketiga, khususnya pemerintah daerah, dalam penyelesaian permasalahan pending claim.[]
Tags
Humaniora